Kamis, Januari 26, 2012

Makna Kemerdekaan

Bebicara tentang KEMERDEKAAN, maka ada sebuah kisah yang sarat inspirasi bagi seluruh dunia, yaitu kisah sukses Nabi Muhammad dalam mengemban misi profetiknya di muka bumi yang seharusnya menjadi sumber ilham yang tak pernah habis bagi bangsa didunia untuk memaknai kemerdekaan secara lebih holistik dan integral.

Ketika diutus 14 abad yang lalu, Nabi Muhammad menghadapi sebuah masyarakat yang mengalami tiga penjajahan sekaligus: disorientasi hidup, penindasan ekonomi, dan kezaliman sosial. Disorientasi hidup diekspresikan dalam penyembahan patung oleh masyarakat Arab Quraisy. Muhammad berjuang keras mengajarkan kepada umat manusia untuk menyembah Allah dan meninggalkan ‘’tuhan-tuhan’’ yang menurunkan harkat dan derajat manusia. Penindasan ekonomi dilukiskan sebagai sesuatu yang membuat kekayaan hanya berputar pada kelompok-kelompok tertentu saja. Muhammad mengkritik orang-orang yang mengumpulkan dan menghitung-hitung harta tanpa memedulikan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi. Muhammad mengkampanyekan pembebasan budak, kesetaraan laki-laki dan perempuan, dan kesederajatan bangsa-bangsa. Dalam khutbah terakhirnya di Arafah, saat haji wada, beliau menegaskan bahwa tak ada perbedaan antara hitam dan putih, antara Arab dan non-Arab. Semuanya sama di mata Tuhan. Tidak ada celah yang membedakan manusia satu dengan manusia lainnya, kecuali tingkat ketakwaan mereka kepada Tuhan-Nya. 

Alangkah indahnya jika bangsa Indonesia mampu memaknai kemerdekaannya seperti yang diilhamkan oleh Nabi Muhammad SAW. Rakyat merasakan kemerdekaan ekonominya dan meraih kesejahteraan bersama. Tidak ada lagi kecurangan ekonomi, baik oleh pihak pribumi maupun pihak asing. Seluruh warga negara Indonesia sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Tidak ada lagi tawar menawar hukum dan perlakuan istimewa bagi kaum berduit dalam proses peradilan. 

Apa makna kemerdekaan bagi rakyat Indonesia merupakan tugas para generasi setelahnya untuk menjawabnya. Karena didalam Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa kemerdekaan adalah pintu gerbang menuju cita-cita kebangsaan. Maka, sejauh mana kontribusi dan dedikasi generasi-generasi bangsa ini akan menetukan kemerdekaan seperti apa yang akan dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia. 

Apa makna kemerdekaan bagi kita? Sebagai seorang mahasiswa yang menjadi bagian dari bangsa ini, seharusnya momentum Peringatan Kemerdekaan RI tidak dimaknai secara dangkal atau hanya sekadar rutinitas tahunan belaka. Akan tetapi dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang bersejarah itu. Mahasiswa seharusnya dapat mengambil inspirasi dari Peristiwa ini. Enam Puluh Empat tahun sudah kita telah menikmati apa yang namanya kemerdekaan, sebuah kondisi dimana sebuah bangsa dan seluruh elemen yang ada didalamnya dapat berdiri sendiri dan bebas dari seluruh penjajahan yang selama itu membelenggunya. Maka, seharusnya Mahasiswa memilki sense of crisis terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami oleh bangsanya. Muncul keinginan untuk berkontribusi bagi bangsanya dan bergerak untuk menuntaskan persoalan-persoalan itu. 

Bersatulah Indonesiaku tak peduli engkau suku, ras, agama, budaya apapun. Mari kita bangun Indonesia ini menuju kesejahteraan sosial dan persatuan Indonesia yang berkeTuhanan Yang Maha Esa dengan dilandasi oleh semangat bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah untuk Kemanusiaan yang Adil dan beradab. Dirgahayu Republik Indonesia !!!

Yogyakarta, Agustus 2009
Baca selengkapnya

Rabu, Januari 25, 2012

Optimis Dengan Masa Depan

Pada Dasarnya pikiran setiap orang mengenai dirinya sendiri, serta pikiran mengenai apa yang akan dilakukannya, tentu akan memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kehidupannya. Mengapa? Segala sesuatu yang dilakukan seseorang merupakan respon terhadap apa yang ada dalam pikirannya karena memang akal pikiranlah yang membedakan kita dengan makhluk lainnya di dunia ini. ‘Aku berfikir maka Aku ada’. Kita dapat berjalan dengan kedua kaki dan melakukan berbagai aktivitas karena kita telah memikirkan tindakan itu sebelumnya. Walaupun terkadang kita tidak sadar telah memikirkannya terlebih dahulu. Disamping itu, kita juga mempunyai dimensi ruhaniah yang kompleks (berkaitan dengan kekuatan jiwa). Begitu juga dengan seseorang yang bisa sakit dan sembuh karena pengaruh yang berasal dari pikirannya.


Siapa yang bisa melarang kita untuk mencari dan mendapatkan sesuatu yang lebih utama dan berusaha mencapai yang terbaik dalam kehidupan pribadi kita?Jelas tidakl ada yang berhak melarang, yang berhak melarang adalah diri kita sendiri. Tetapi semua itu tidak semudah seperti yang kita kira. Kebanyakan yang kita temui selalu bersikap cemas, ada rasa ketakutan frustasi, dan mudah menyerah dengan keadaan begitu kita mengetahui masa depan yang akan kita lalui. Sikap-sikap ini terbawa-bawa dalam diri kita akhirnya kita merasakan kecemasan yang sama, bahwa diri kita tidak bakalan meraih apa yang kita mimpikan itu.

Sehingga kita sangat sulit untuk merubah pola pikir kita mengenai makna perjuangan dan pengorbanan untuk mencapai kesuksesan. Pada tahapan ini, pola pikir kita yang selalu negatif itu adalah kabut tebal yang harus segera kita tinggalkan terlebih dahulu. Setelah itu kita harus merubah sikap kita dalam menghadapi setiap halangan dan cobaan, dan hal terpenting yang harus kita lakukan adalah dengan selalu bertindak sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya. Makanya, kita juga harus pintar merencanakan bagi diri kita supaya rencana itu sesuai dengan apa yang kita mimpikan. Gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan.

Diri kita adalah pemberian Tuhan kepada kita dan kita punya hak pakai, bukan berarti bisa melakukan semuanya tanpa perhitungan dan pertimbangan. Sebab semua perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, Setiap aktivitas kehidupan yang kita lakukan hendaknya merupakan bagian dari ibadah kita terhadap Tuhan kita.

Sebagai orang yang selalu bersikap positif kepada diri sendiri, pastinya kita akan selalu menempatkan diri sebagai orang yang berarti dan berguna. Karena kita tahu, Mengapa kita melakukan hal itu dan untuk apa kita berbuat seperti itu?. Semua itu bermuara pada kesadaran diri yang kita miliki, yang cakupannya meliputi semua aspek kehidupan ini. Maka jadilah diri yang sadar dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan fasilitas hayat ini.
Baca selengkapnya

Rabu, Maret 04, 2009

Pembelajar Sejati


Dan tidak ada batas dari proses belajar, seorang pembelajar sejati, memahami benar, bahwa belajar itu tidak ada ujung seperti air yang mengalir, karena memang ilmu itu tidak berbatas seperti laut yang tidak akan pernah kering. Siapapun, kapan, dan dimana saja .


Tidak ada makhluk hidup di dunia ini yang tidak melalui proses belajar. Ingatkah kita, mengapa kita sampai bisa berbicara lancar? bahkan dengan bahasa yang berbeda, misalnya Bahasa Minang bagi orang Minang, jawa, inggris, arab, atau kita bisa berjalan normal? makan dengan normal, tidur dengan normal?.

Pasti berabe jika kita tidak pernah diajari ngomong, pasti kuwalat jika kita tidak diajari berjalan, makan dan bahkan tidur dengan normal? Bisa kita bayangkan apa jadinya kita kalau kita berjalan seperti kambing, atau kita makan seperti ayam, atau kita tidur seperti kelelawar? Hmm ... pasti capek banget. Belajar tentang bahasa ini juga disinggung Allah dalam Alqur'an:

"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukan kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "bukankah sudah Kukatakan padamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan." (Al baqarah: 31-33)

Jangankan manusia, binatang pun belajar bagaimana menggunakan bahasa "sukunya" masing-masing. Kucing akan berbicara dengan bahasa kucing, dan ayam akan berbicara dengan bahasa ayam. Pernah denger ada binatang yang berbicara dengan bahasa berbeda antar suku? Misalnya ayam berbahasa kucing dan sebaliknya?

Dan binatang pun belajar bagaimana menjalani hidupnya, contoh kecil yang ada di sekitar kita, pernah melihat kucing bermain bersama induknya? Disaat kucing beranjak dewasa, dia akan diajari oleh induknya bagaimana mempertahankan diri dari serangan musuh, mulai dari cara mencakar, mengeong, berlari dan melompat dengan gesit.

Dan tidak ada batas dari proses belajar, seorang pembelajar sejati, memahami benar, bahwa belajar itu tidak ada ujung seperti air yang mengalir, karena memang ilmu itu tidak berbatas seperti laut yang tidak akan pernah kering. Siapapun, kapan, dan dimana saja.

Sekolah dan institusi boleh saja membatasi dengan spesialisasi ilmu dan birokrasi nilai, seperti yang ada di sekolah-sekolah formal. Akan tetapi itu tidak akan "ngaruh" untuk seorang pembelajar. Hal ini sudah banyak saya temui di lapangan, betapa banyak teman saya dengan spesialisasi ilmu pada pendidikan formal, juga menguasai ilmu lain, bahkan dia lebih menguasai ilmu yang bukan spesialisasi bidangnya. Ada yang lebih dikenal "ustadznya", dibanding sarjana pertanian, atau tekniknya, ada yang dia lebih dikenal sebagai penulis dibandingkan keilmuannya di kimia.

Seorang pembelajar sejati berarti juga memahami, betapa waktu dan umur tidak akan pernah membatasinya untuk belajar. Seperti halnya jawaban Imam Hambali yang ditanya sampai kapan engkau akan menuntut ilmu? Dan beliau menjawab "beserta tinta akan ke liang kubur". Seperti juga dikatakan rasullullah, "Uthlubul 'ilmi minal mahdi ilal lahdi", tuntututlah ilmu itu dari ayunan hingga ke liang lahat.

Seorang pembelajar sejati memahami bahwa sepanjang hidupnya adalah laboratorium. Ketika bertemu dengan kegagalan dia yakin bahwa Allah mengirimkannya agar kesuksesan yang nanti diraihnya terasa lebih manis. Ketika kehilangan menjumpainya maka iapun yakin bahwa Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik. Ketika ia bekerja, maka sesungguhnya ia sedang belajar. Ketika ia ditimpa musibah, atau diberi kebahagiaan, maka pada hakekatnya ia sedang belajar.

Dan guru adalah seseorang atau sesuatu yang membantu mengajari kita dengan tepat dan benar. Mengapa tidak hanya seseorang? Tetapi juga sesuatu? Karena memang yang mengajarkan kita tidak hanya orang, tetapi juga alam, lingkungan dan kehidupan itu sendiri. Dan disini tidak ada batas lagi antara guru dan murid, siapa guru dan siapa murid, tetapi menyangkut apa hikmah sesuatu yang dipelajari itu. Seperti kucing yang mengajarkan persaudaraan, atau ayam yang lebih dahulu bangun di pagi hari. Dan itu memerlukan kejernihan hati untuk dapat mengambil cahaya ilmu itu.

Mari hidupkan "tradisi pembelajaran". Masih banyak yang belum kita ketahui, dari alam, lingkungan, kehidupan dan semua ayat-ayat Allah.

Pembelajar Sejati
02 Oktober 2004 (Sumber : http://www.eramuslim.com)

Baca selengkapnya

Selasa, Maret 03, 2009

Makna Kehidupan

Hidup adalah bagaimana kita dapat terus eksis di dunia ini. Tentunya dengan segenap kontibusi yang kita sumbangsihkan bagi dunia ini. Lantas, Kontribusi yang seperti apa yang kita berikan? Setiap manusia telah dibekali dengan potensi yang amat dasyat sebagai makhluk Allah yang paling sempurna. Maka wajiblah kita berkontribusi sesuai dengan potensi kita, sesuai dengan porsi kita untuk dunia ini.
Makna kehidupan ini adalah memberi, menurut Anthony Robbins dalam bukunya Unlimited Power. Jelaslah bagi kita (manusia) untuk senantiasa memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak- banyaknya. Dengan begitu eksistensi kefirahan kita sebagai manusia akan seutuhnya melekat pada setiap diri. Bukan untuk pamer, sombong ataupun sekadar menunjukkan inilah aku, akan tetapi lebih kepada bagaimana kita menjadi manusia yang berguna bagi dunia ini.
Kalau di kaitkan dengan permasalahan negeri ini, maka wajiblah setiap manusia di negeri ini menjadi solusi bagi bangsanya, bukan malah menjadi masalah yang harus diselesaikan oleh bangsa yang katanya kaya dengan Sumber Daya Alamnya.
Nah, kawan mulailah untuk menjadi solusi bagi negeri ini, karena kitalah yang akan menjadi bagian dari kemajuan bangsa ini. Jadikanlah setiap helai nafas dan langkah kaki itu bukan untuk sesuatu yang sia-sia, akan tetapi semua itu merupakan wujud kintribusi kita untuk peadaban yang lebih baik, mulai dari diri kita.
Baca selengkapnya

Selasa, Desember 23, 2008

Seni Untuk Peradaban


Membuat film bagi seorang sineas tak ubahnya seorang penyair yang sedang menulis puisi, yaitu sebentuk kreativitas untuk mengutuhkan atau melengkapkan kemanusiaan dalam kesempurnaannya. Suatu upaya ideal dan imajinatif berhadapan dengan relitas keseharian yang sering jauh dari kesempurnaan. Ditangan para sineas, realitas sosio-kultural dipotret ulang untuk menemukan gambaran baru dengan symbol-simbol dan makna-makna baru.

Waktu demi waktu berlalu, zaman demi zaman terlewati. Berbagai kemajuan dalam Ilmu Pengetahuan, teknolog, menejemen, system politik dan ekonomi telah dicapai, namun sampai sekarang inidalam kenyataan sehari-hari ancaman terhadap kemanusiaan atau lebih tepatnya memudarnya nilai-nilai kemanusiaan disana-sini masih terus merebak, mencabik-cabik makna kemanusiaan itu sendiri.

Manusia seringkali begitu pongkah dan melalaikan nilai-nilai yang seharusnya disandang. Sandaran vertical berupa pesan-pesan peradaban melalui dimensi transenden pun diabaikan dan diganti dengan perilaku pragmatis, berorientasi kapitalistik dan berwawasan hedonis. Demikian pula keselarasan horizontal dengan alam semesta, kearifan lingkungan, dan keanekaragaman hayati, seringkali dilecehkan oleh ketamakan dan kerakusan atas nama kemanusiaan.

Didorong oleh perkembangan sains dan teknologi yang ditopang oleh keperkasaan kapitalisme liberal, seluruh umat manusia lantas berbondong-bondong menyongsong fajar kehidupan. Kemajuan teknologi telah merambah wilayah yang selama ini belum terbayangkan, yakni dengan penemuan Artificial Intellegence, Artificial Intellect dan bahkan Artificial Life. Dalam tafsir peradaban, melalui perkembangan teknologi itulah umat manusia dewasa ini telah sampai pada era inhumanism atau kebangkrutan akal budi.

Kegalauan terhadap realitas social, realitas politik dan realitas ekonomi. Itulah antara lain yang membuat para sineas idealis dan insane-insan film idealis lantas berkreasi.Nasionalisme yang kian memudar dan hanya menjadi jargon, dipotret ulang oleh Deddy Mizwar melalui karya film bagus ‘Naga Bonar Jadi 2’. Kegelisahan dalam bentuk lain muncul melalui film bermutu bertajuk ‘Opera Jawa’ garapan sineas handal Garin Nugroho. Itulah sekadar contoh, betapa ditengah-tengah krisis multi dimensi ini masih muncul jejak-jejak manusia Indonesia yang bermartabat, berbudaya dan beradab.

Kedua karya sineas Indonesia itu seperti puisi, perpaduan antara sajak-sajak cinta, sajak sufi dan sajak-sajak protes social. Sebuah puisi yang ingin melengkapkan kemanusiaan dan berusaha mendedahkan dambaan terhadap keutuhan kemanusiaan dalan persepektifnya masing-masing secar imajinatif dengan pengungkapan yang cerdas, unik dan indah.

Sebagai puisi, film-film karya kedua Maestro perfilman Indonesia itu seakan sedang mewaspadai kenyataan, menyerap kenyataan, menyedot dan memadatkan dalam metafor-metafor dan berbagai ungkapan dan berharap akan menciptakan suatu dunia imajinatif yang memelihara dan mengutuhkan kemanusiaan yang mungkin kelak akan menetas dalam suatu kenyataan lain di masa depan.
Kenyataan sehari-hari di masa kini yang dahsyat dengan berbagai’ungkapan dan metafora-metafora’ nyata dan tak jarang diluar jangkauan akal dan budi manusia yang wajar. Kekejaman-kekejaman yang mengerikan, perusakan lingkungan, dan skandal korupsi dalam skala sangat besar, terasa bahkan melebihi metafora-metafora dan ungkapan-ungkapan dahsyat dari bait-bait sajak maupun scene-scene film.

Dalam ketercengangan dan keterperangahan dihadapan metafora-metafora nyata itu, para sineas yang selayaknya dan diharapkan menyerap dan menyedot serta mencernakan peristiwa-peristiwa nyata itu terkadang malah sebaliknya, bisa tersedot dan terserap dalam ‘daya pukau’ dahsyat dari kenyataan-kenyataan yang ‘mengerikan’ itu. Jika itu yang terjadi, maka film-film yang muncul cenderumh hanya merupakan sekadar deskripsi datar, fotografi ataupun alih bahasa dari ‘metafora-metafora yang nyata’ itu. Dan para sineas bukannya membuat jarak renung terhadap relitas, tetapi menjadi agen yang melanjutkan realitas nyata, merupakan perpanjangan tangan dari relitas. Akibatnya bukan upaya untuk meraih keutuhan kemanusiaan, malah menjadi bagian ketercabikan kemanusiaan. Itulah tantangan untuk para sineas kita dimasa sekarang dan yang akan datang.
Baca selengkapnya